Bowo, Pickup Artis Dan Film Yes Man!

Memahami Bowo, memahami perbedaan antar generasi

Kembali lagi ke artikel ngasal kali ini. Di sini saya menyoroti tentang kisah aplikasi dan bocah fenomenal beberapa waktu lalu, si Bowo Tik Tok. Sebelumnya, saya sama sekali tidak tahu apa itu Tik Tok, apalagi si Bowo. Tetapi semua itu berubah kala timeline facebook saya ramai membahas seleb Tik Tok ini karena tingkah polah die hard fansnya yang lucu-lucu dan irasional. Hei, di usia segitu kebanyakan orang juga bersikap irasional, cuma berbeda bentuknya haha…..

Terus terang, saya tidak suka dengan tingkah polah netizen yang sok dewasa dan sok benar dengan membully si Bowo beserta para penggemarnya. Saat saya amati, hampir semua yang membully punya selisih usia yang jauh di atas Bowo dpf (Dan Para Fansnya). Jadi wajar, pengalaman dan tingkat kedewasaannya jelas berbeda. Bagaimanapun, si Bowo dpf masihlah anak kemarin sore, yang ngelap ingus saja masih bingung. Jadi, jangan di bully, hanya karena membuat seolah yang membully merasa lebih baik.

Kebetulan waktu itu saya baru selesai membaca buku super duper keren, Generasi Phi. Buat yang belum tahu, buku tersebut membahas perbedaan setiap generasi, termasuk generasi seangkatang bowo (disebut Neo Alpha) dan generasi sebelumnya (disebut Phi, Omega, Beta dan Alpha). Kebetulan, yang suka membully mayoritas masuk dalam generasi Phi dan Omega. So, rasanya sangat tidak fair membandingkan apa yang generasi Phi dan Omega lakukan saat seumuran si Bowo dpf, karena perbedaan kondisi sosial-ekonomi-politik dan teknologi. Seperti membandingkan ayam dengan love bird, sama-sama unggas tapi jelas berbeda dunianya.

Saya setuju saat ada yang berpendapat kalau si Bowo dpf adalah korban, bukan penjahat dari teknologi. Ibaratnya, orang lebih berfokus ke tajamnya pisau, bukan penggunaannya. Mereka hanyalah sekumpulan bocah yang menjadi korban dari kurangnya kontrol keluarga pada teknologi, serta tekanan sosial di masyarakat yang sangat berbeda dengan 10-20 tahun lalu. Dalam artian, generasi senior seperti Phi, Omega dan Beta ikutan bertanggung jawab juga, seperti kamu-kamu yang suka membully si Bowo dpf. Gampangnya, di generasi saya, pada usia segitu teknologi masih mentok dan dalam fase transisi serta terbatas, sedang generasi Neo Alpha berada pada fase teknologi sudah matang dan mudah diakses semua orang.

Apa yang Bowo dpf lakukan, mungkin terasa tidak rasional bagi generasi Phi, Omega dan Beta. Sama seperti reaksi generasi Beta dan Alpha terhadap polah para generasi Omega dan Phi (bisa disebut generasi milenial), yang mereka anggap tidak rasional juga. Seperti, sebegitu mudahnya keluar kerja kalau merasa tidak enjoy lagi. Atau lebih berani mengejar passion daripada kerja kantoran. Sama-sama tidak rasional, bagi generasi yang lebih senior.

So, perlakukan tingkah polah generasi Neo Alpha dengan bijak. Diarahkan, bukan malah dibully sebagai saran hiburan dari hidupmu yang suram wkwkwk….

 

Mengenal apa itu Pickup Artist

Kali ini saya akan membahas sebuah komunitas, yang mungkin terasa mengada-ada, tapi beneran ada. Komunitas yang berbicara dan membahas tentang romansa, dari sudut pandang cowok. Komunitas yang membahas beragam teknik yang terbukti berhasil untuk mengatasi pergulatan dunia romansa dari sisi cowok. Yup, komunitas itu bernama Pickup Artist.

Warning: Hanya untuk usia 18 tahun keatas!

Saya pertama mendengar tentang apa itu Pickup Artist adalah pertengahan 2012 silam, secara tidak langsung. Kala itu saya mengalami patah hati dahsyat sekaligus rasa penasaran akut. Pada 2011, saya naksir banget dengan seorang cewek. Semua PDKT sekitar 6 bulanan berakhir dengan patah hati bagi saya. Sementara pada periode yang sama, saya telah menolak 4 orang cewek yang nembak saya, yang saya tolak karena alasan sepele dan bodoh hasil doktrin romansa dari media-media mainstream (TV, buku, komik, novel, film, lagu dsb).

Selain merasa patah hati, saya sangat penasaran kenapa semua itu bisa terjadi. Hingga pada akhirnya salah seorang teman saya nyeletuk tentang suatu workshop tentang romansa. Di situlah saya langsung mencari tahu sesuai dengan kata kunci yang dia sebutkan. Setelah menemukan dan membaca semua artikel serta ebooknya, saya merasa tertohok dan menemukan hampir semua jawaban kenapa hal tersebut terjadi. Saat itu juga saya memutuskan, saat ada workshopnya di Jogja, saya pasti ikut. Tanpa perlu menunggu lama, November 2012 sayapun ikut workshopnya.

Pada saat workshop tersebutlah, saya menemukan puluhan cowok dengan problematika serupa. Di acara tersebut pun, saya merasa tertohok dan tersadar akan apa saja kesalahan yang biasa cowok lakukan dalam dunia romansa. Semua yang kita ketahui tentang dunia romansa, di doktrin melalui media-media mainstream, seperti yang saya sebutkan di atas. Sementara, realita romansa amat sangat jauh dari apa yang di doktrinkan tersebut. Salah satunya adalah, jangan setia saat masih berada pada fase PDKT, seperti yang saya sebutkan pada kisah saya di atas. Selain itu, dengan melakukan PDKT ala doktrin-doktrin romansa di media mainstream, saya (dan kebanyakan cowok) akan memamerkan kepalsuan kepada cewek yang di PDKT.

Maksud dari memamerkan kepalsuan seperti ini. Saat kita sedang PDKT, cowok biasanya akan menampilkan semua yang diajarkan oleh doktrin media mainstream tersebut, yang mana hal itu jauh dari perilaku yang sebenarnya dan hal-hal tersebut juga dilakukan oleh cowok-cowok lain yang mendekati si cewek tersebut. Sementara saat cowok tidak ada ketertarikan pada cewek, biasanya cowok akan bersikap natural karena memang tidak ada ekspektasi lain. Hal tersebut seperti, cowok berperilaku “asal dia senang” saat bersama cewek gebetan, dan berperilaku “kalau saya begini, entah kalau kamu gimana” saat bersama cewek yang bukan gebetan. Yang mana, sikap kedua bagi sebagian cewek terkesan lebih natural dan ada gregetnya. Terlebih saat mendekati cewek yang populer dan sudah terbiasa digombalin sama cowok-cowok yang PDKT ke dia (yang mana segala keistimewaan yang kamu lakukan adalah hal yang amat sangat biasa bagi dia).

Hal menarik dari workshop tersebut adalah, setiap alumnus memiliki wadah untuk saling curcol dan berkumpul bareng. Yang mana nyaris 90% alumnus senior yang terlihat keren dan jago soal romansa, dulunya juga seorang cupu yang punya kisah romansa menyedihkan wkwkwkwk……

Dalam bisnis workshop romansa di Indonesia ada 2 aliran, yaitu HS dan PW (saya tidak perlu menyebutkan nama keduanya, cari sendiri lah). Mereka tidak termasuk bagian langsung dari PUA (Pickup Artist), tapi mempunyai bonding yang setema. Dalam dunia PUA sendiri ada sangat banyak aliran dan metode, yang kesemuanya beneran di praktekan dan banyak yang terbukti berhasil.

Berbicara soal aliran, HS dan PW mempunyai pendekatan yang berbeda, seperti berbagai aliran dalam dunia PUA. Seperti dari penuturan beberapa alumnus keduanya yang mengatakan perbedaan HS dan PW itu bagaikan jamu dan permen. Dimana HS lebih fokus pada pengembangan kualitas diri cowok, karena makin berkualitas seorang cowok maka makin menarik bagi orang lain (terutama cewek). Sementara dalam PUA sendiri, ada salah satu aliran yang mempunya pedekatan sangat berbeda, yaitu Speed Seduction. Walau pentolan PUA dan SS tidak cocok, tapi tematik keduanya sama saja.

Komunitas PUA sendiri mulai naik ke permukaan setelah seorang jurnalis bernama Neil Strauss (a.k.a Style) masuk ke dalam komunitas PUA. Neil mennerbikan sebuah buku yang merangkum perjalanannya masuk ke komunitas PUA, dari seorang cupu menjadi suhu. Beberapa nama besar yang dia sebutkan antara lain David De Angelo dan Mistery (keduanya mempunyai pendekatan berbeda) dan Ross Jefrey (SS). Buku si Neil yang berjudul The Game, sukses menjadi New York Times Best Seller Books. Semenjak itulah, komunitas PUA terekspos dan mulai dikenal publik luas.

Jika kamu masuk dan belajar ke komunitas PUA, terutama di luar sono. Kamu akan menemukan berbagai metode dan teknik untuk mendapatkan wanita. Baik yang biasa maupun yang jahat. Itu kenapa, dalam menerima murid baru, biasanya ada batas minimal usia 18 tahun. Karena pada usia tersebut, seseorang bertanggung jawab penuh atas perilakunya pada hukum. Meski memang, setiap orang yang belajar PUA mempunyai tujuan tersendiri, baik untuk mencari partner hubungan yang serius (menikah) atau sekedar teman pelampiasan nafsu belaka.

Berbicara PUA maka akan kurang komplit jika tidak membahas SS. Analogi perbedaan metode PUA dan SS adalah, jika PUA itu memakai teknik hard selling, SS memakai teknik soft selling. Saya sendiri berkesempatan bertemu praktisi SS di Jogja. Pada masyarakat umum mengetahui beliau sebagai entrepreneur yang cukup terkenal dan praktisi NLP. Tapi di balik itu semua, beliau menguasai SS ala Ross Jeffrey. Di situlah saya mengetahui, kalau SS ternyata punya potensi lebih berbahaya daripada PUA.

Sebagai seorang yang penasaran, tentu banyak yang meminta beliau bikin kelas tentang SS. Waktu itu beliau menyanggupi dengan dua syarat: pertama, harus terbuka untuk masyarakat umum. Kedua, harus menerima peserta cowok dan cewek. Hal itu didasarkan karena beliau sudah memutuskan pensiun dari kegiatannya tersebut. Serta ingin supaya para cewek tahu, ada metode PDKT yang lebih halus dan tersamar. Kalau cuma PDKT modal tunggangan dan traktiran, itu sudah jelas terbaca. Tapi dengan metode SS, sangat sulit terbaca dan tahu-tahu sudah nyantol tanpa si cewek sadar (tenang, ini murni ilmiah, bukan mistis).

Mengingat SS, yang mana basicnya dari NLP, saya teringat saat pertama belajar NLP dulu. Salah satu hal yang sering saya praktekan adalah teknik untuk membuat orang yang baru bertemu menjadi cepat akrab dan terasa sudah lama kenal. Teknik itu bernama mirroring. Dalam SS, hal ini juga dipakai, tapi dengan penambahan variasi teknik. Memang, metode SS butuh waktu lebih lama daripada metode PUA, tapi hasilnya bisa jauh lebih nonjok.

Saat itu beliau bercerita, pernah menceritakan metode ini pada mentor sekaligus tokoh NLP di Indonesia, Ronny FR. Respon Pak Ronny ketika itu mengatakan bahwa ilmu itu bagaikan pisau tajam, jadi harus bijaksana dan waspada dalam memakainya.

 

Yes Man!

yes-man

Salah satu film yang sangat menginspirasi, sekaligus film wajib peserta workshop HS. Buat yang sudah nonton tentu mengerti insight apa yang didapatkan dari film ini. Yup, selalu berani melakukan hal baru dan menembus keluar zona nyaman. Karena keajaiban bisa terjadi saat kita memutuskan melakukan hal baru di luar zona nyaman.

Film ini bercerita tentang perubahan besar yang dialami oleh Carl, seorang pegawai bank biasa. Dari kehidupan sosial, pekerjaan dan romansa yang biasa (dapat dikatakan berantakan). Carl mendapat hidupnya berubah setelah menghadiri workshop Yes Man dan menerapkannya (awalnya terpaksa). Kehidupan sosialnya berubah drastis (punya banyak teman), pekerjaan (menjadi manajer dalam waktu singkat) dan romansa (menemukan pasangan). Semua berawal dari kaya “Yes”.

Di awal, Carl memiliki kehidupan yang sangat menjemukan. Sampa teman baiknya mengatakan bahwa kelak dia akan kesepian jika terus hidup seperti itu. Dan Carl bermimpi di masa depan saat dia meninggal, tidak ada seorangpun yang perduli kepadanya. Di saat itulah dia teringat brosur workshop Yes Man yang diberikan oleh seorang teman lamanya. Teman lama tersebut menceritakan perubahan yang dia alami saat menerapkan prinsip Yes Man. Teman yang bercerita pernah menembak sapi dengan bazooka itu pergi setelah Carl bertanya apakah dia ingin melempar batu ke pintu bank tempat dia bekerja. Dan langsung dijawab Ya oleh sang teman (berakhir dengan adegan teman Carl dikejar satpam).

Menonton film ini, mengajarkan pada penonton akan perlunya melakukan hal-hal baru dan keluar dari zona nyaman. Tentu saja, tidak semua haris diiyakan, tetap harus dipilah. Saya sendiri mulai merasakan kehidupan saya berubah setelah menerapkan prinsip Yes Man dalam kurun sebulan. Teman saya bertambah, lingkaran sosial bertambah,  ilmu baru saya dapatkan dan hal-hal baru lainnya yang saya sesali tidak pernah saya coba lakukan sedari dulu.

So, buat kamu yang jenuh dan bosan dengan kehidupanmu yang gitu-gitu aja, saran saya tontonlah film ini. Nanti, silahkan diterapkan dalam hidupmu, minimal sebulan dan akan kamu rasakan sendiri bedanya. Bagi saya pribadi, film Yes Man menjadi pelarian yang bisa membangkitkan semangat hidup dikala saya sedang suntuk dan frustasi. Entah sudah berapa belas kali saya menonton film ini semenjak pertama kali menontonnya hahaha……

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑